Orang
genius, atau orang dengan IQ yang luar biasa, banyak berada di sekitar kita.
Bahkan tanpa kita sadari beberapa teman kita sendiri bisa jadi adalah orang
genius. Orang genius memang bisa berasal dari berbagai latar belakang, ras,
maupun bangsa. Keberadaan orang genius tidak mengenal agama atau pun zaman. Memang
sedikit dari suatu populasi yang merupakan orang genius, tetapi sekali lagi,
keberadaan orang genius ini bisa dari berbagai jenis lapisan masyarakat.
Orang
genius sendiri, sebenarnya mudah dikenali sejak kecil. Mulai dari tugas-tugas
perkembangan yang lebih cepat dikuasai daripada anak seumurannya pada umumnya,
kecepatan daya tangkap atas suatu informasi, kecepatan dalam memahami sesuatu
yang sangat rumit, sampai prestasi-prestasi yang mungkin didapat ketika telah menginjak
bangku sekolah. Secara umum, orang-orang genius akan terlihat sangat berbeda
sekali daripada orang sekitarnya, mereka akan terlihat sebagai orang yang
sangat atau bahkan terlalu pintar.
Berbagai
pertanyaan tersebut lah yang coba dijawab oleh Malcolm Gladwell pada salah satu
artikel dalam bukunya yang berjudul Outlier: Rahasia di Balik Sukses. Malcolm
memberikan beberapa contoh tentang orang-orang genius dan kehidupannya dalam
artikel tersebut. Malcolm juga menceritakan tentang penelitian dari Terman yang
meneliti kehidupan sekelompok orang-orang genius yang telah diseleksi secara
ketat olehnya. Dalam artikel tersebut nanti akan dijelaskan
permasalahan-permasalahan seputar orang-orang genius ini.
Malcolm
memberikan contoh kehidupan dari seorang genius yang bernama Christopher
Langan. Langan adalah seorang genius yang kehidupannya boleh dibilang tidak
terdengar banyak orang. Langan tidak pernah meraih Nobel ataupun penghargaan.
Meskipun begitu, Langan mempunyai IQ yang sangat tinggi, yakni sekitar 200, IQ
tersebut bahkan lebih tinggi daripada punya Einstein yang mempunyai IQ sekitar
150. Langan mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam memahami sesuatu. Langan
juga menguasai berbagai bahasa asing serta berbagai disiplin ilmu.
Christopher
Langan pernah suatu saat diberikan tes IQ yang khusus dibuat untuk orang-orang
yang sangat pandai. Hasilnya adalah hanya satu pertanyaan yang dia tidak bisa
jawab. Langan sudah mulai berbicara pada usia 6 bulan (pada umumnya anak baru
mulai bicara pada usia sekitar 12 bulan). Dan pada usia 5 tahun Langan sudah
mulai bertanya-tanya tentang Tuhan kepada kakeknya. Langan juga mampu lulus tes
dengan nilai sempurna hanya dengan membaca buku teks selama 2-3 menit. Langan
kecil sudah menunjukkan tanda-tanda ke-genius-annya.
Pada
saat remaja, Langan mulai membaca buku-buku tentang teori fisika. Hal tersebut
dilakukannya sambil bekerja sebagai asisten pertanian. Pada saat usia 16 tahun,
Langan muda sudah memahami mahakarya Bertrand Russel dan Alfred North Whitehead
yang berjudul Principia Mathematica.
Dia bahkan mendapatkan nilai sempurna untuk ujian SAT meskipun sempat tertidur
dalam ujian tersebut. Langan juga mampu membuat gambar yang menyerupai gambar
foto pada usia sekitar 15 tahun. Langan benar-benar orang yang genius.
Namun
di balik ke-genius-annya tersebut, latar belakang kehidupan Langan tidak
terlalu bagus. Langan adalah anak dari seorang ibu yang mempunyai 4 orang anak
berbeda ayah. Ayahnya yang terakhir adalah seorang wartawan gagal yang sering
mabuk dan berjudi. Langan hidup dalam kemiskinan selama beberapa tahun.
Keluarga Langan hidup berpindah-pindah dari satu kota ke kota yang lain. Langan
juga tidak menyelesaikan kuliahnya karena kelalaian ibunya dalam mengurus
beasiswa.. Langan juga tidak pernah mendapat penghargaan atas berbagai karya
yang dia hasilkan. Langan tua hanya hidup di sebuah peternakan kuda bersama
istrinya. Kehidupan sehari-hari Langan diisi dengan mengurus peternakan,
membaca buku dan menulis. Namun demikian, Langan tidak pernah menerbitkan
tulisan-tulisannya. Dan karenanya tidak seorang ilmuwan pun yang membaca
karya-karyanya. Meskipun demikian, Langan dapat menerima itu semua.
Di
lain kisah, Lewis Terman, seorang professor muda di fakultas psikologi Stanford
University, melakukan serangkaian penelitian yang sangat panjang. Berawal dari
pertemuannya dengan Henry Cowell, salah seorang anak genius yang dibesarkan
dalam kemiskinan dan kekacauan. Henry Cowell adalah salah satu anak genius yang
tidak memperoleh kesempatan untuk mengenyam pendidikan dengan layak. Terman
menemukan Cowell sebagai anak genius ketika Terman sempat mendengarkan Cowell
memainkan music yang sangat indah dengan piano di sebuah sekolah tempat Cowell
kecil bekerja. Terman kemudian mengadakan sebuah penelitian tentang orang-orang
genius. Terman menyeleksi orang-orang genius atau berbakat tinggi dari seantero
California. Setelah melalui proses seleksi yang panjang, Terman memperoleh
sekitar 1500 anak dengan IQ diatas 140 bahkan mencapai 200. Anak-anak tersebut
dinamakan “Termites”.
Terman
kemudian mengobservasi perjalanan kehidupan dari Termites ini sejak kecil
hingga dewasa. Terman mencatat segala hal yang terjadi dalam perjalanan
kehidupan dari Termites. Berbagai keberhasilan serta kegagalan dicatat oleh
Terman. Terman juga memberikan nasehat serta bimbingan secara konsisten kepada
Termites ini. Terman terus mencatat dan mengabadikan penelitiannya tersebut
dalam buku yang berjudul Genetic Studies
of Genius.
Terman
kemudian mengambil kesimpulan awal bahwa kecerdasan menjadi hal yang sangat
penting dalam hidup ini setelah moral. Terman juga mencatat hampir tidak pernah
media cetak memberitakan berbagai keberhasilan luar biasa tanpa adanya salah
satu atau lebih nama dari anggota Termites. Terman juga memprediksikan bahwa
Termites ini kelak akan menjadi tokoh terpandang dalam kehidupannya.
Pemikiran
awal Terman ini mungkin hampir sama dengan pemikiran kebanyakan dari kita yang
memandang bahwa IQ menjadi hal yang akan dapat mendatangkan kesuksesan.
Kecerdasan yang tinggi akan mempunyai peluang sukses lebih besar daripada
kecerdasan yang rendah atau sedang. Banyak dari kita kemudian berasumsi bahwa
dengan IQ tinggi ini akan banyak menolong dalam menghadapi berbagai tantangan
dalam kehidupan ini. Jika Anda kini termasuk orang yang berpemikiran demikian,
maka perbaikilah, karena sungguh pemikiran ini selanjutnya adalah sebuah
pemikiran yang keliru.
Terman
masih terus mencatat perjalanan kehidupan dari Termites ini. Di masa dewasa,
Terman kemudian melihat kesalahan kesimpulannya tersebut. Beberapa orang dari
Termites memang berhasil menerbitkan buku dan berhasil di bidang bisnis.
Beberapa lainnya mempunyai karir yang biasa saja, bahkan beberapa yang lain
dinilai Terman mengalami kegagalan dalam karir. Bahkan, tidak ada satupun dari
Termites ini memenangkan Nobel. Dari dua
orang peraih Nobel sebenarnya pernah diteliti juga oleh asisten Terman, namun
keduanya tidak dapat masuk dalam Termites karena mempunyai IQ yang kurang. Dari
sini, telah jelas bahwa kesimpulan awal yang dibuat Terman adalah keliru.
Seorang
Sosiolog Pitirim Sorikin mengkritik pedas bahwa apabila Terman mengumpulkan
orang secara acak tanpa mempedulikan nilai IQ maka Terman akan memperoleh hasil
yang kurang lebih sama dengan yang dilakukan Termites yang telah dikumpulkannya
dengan susah payah tersebut. Terman sendiri juga menyimpulkan dalam buku
Genetic Studies of Genius jilid keempat bahwa ternyata kecerdasan dan
kesuksesan sangat jauh hubungannya.
Malcolm,
kemudian memberikan contoh kehidupan seorang fisikawan bernama Oppenheimer.
Oppenheimer berasal dari keluarga kaya. Oppenheimer memperoleh pendidikan yang
layak dan mendapat dukungan penuh dari keluarga. Oppenheimer memperoleh banyak
sekali kesempatan dan dididik dengan baik oleh keluarganya. Hal ini tentu
sangat berbeda dengan latar belakang Cristopher Langan yang sedikit suram.
Oppenheimer
kemudian juga pernah mengalami masalah yang membuatnya frustasi dan sampai
dikirim ke seorang psikiater. Ya, dalam hal ini, Langan dan Oppenheimer
sama-sama menemui masalah, namun berakhir dengan hasil yang sangat berbeda.
Oppenheimer yang kemudian menjadi orang sukses dengan berbagai prestasi dan
penghargaan sangat berbeda dengan Langan yang hanya hidup di peternakan kuda di
pinggiran kota Missouri.
Terman
dalam kelanjutan penelitianya kemudian mencatat bahwa perbedaan yang dimiliki
antara anggota Termites yang meraih kesuksesan dan yang mengalami kegagalan adalah
faktor keluarga. Sebanyak 20% dari anggota Termites yang meraih kesuksesan
rata-rata berasal dari keluarga yang kaya, sedangkan 20% dari Termites yang
mengalami kegagalan rata-rata dari keluarga menengah ke bawah atau miskin.
Dari
berbagai contoh yang telah disebutkan di atas, maka jelas bahwa kecerdasan
tinggi tidak bisa menjadi pemain utama dalam kesuksesan kehidupan seseorang.
Banyak hal lain yang sangat berpengaruh. Diantaranya adalah keluarga, kemampuan
sosial, mental dalam menghadapi masalah, kesempatan yang dimiliki, teman dan
rekan yang mendukung, dan berbagai hal lainnya. Kalau dalam Islam, ada juga faktor
bagaimana kedekatan orang tersebut dengan Tuhannya, yang akan menjamin dan
memberikan kesuksesan dan ketenangan dalam kehidupannya. Dari artikel ini kita
bisa simpulkan juga, bahwa faktor lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan
seseorang, bahkan seorang genius sekalipun.
Malcolm,
dalam artikel bagian kedua berkesimpulan bahwa faktor keluarga juga menjadi
penting dalam kesuksesan seseorang. Latar belakang keluarga, cara keluarga
mendidik, serta tingkat kesejahteraan keluarga akan membentuk pribadi individu
tersebut dengan mental tertentu. Malcolm
berpendapat bahwa untuk menjadi sukses bukan hanya tergantung pada IQ, bahkan
bisa jadi IQ menjadi tidak terlalu berpengaruh. Banyak faktor lain yang
mempengaruhi kesuksesan seseorang tersebut. Dan masih banyak pula yang harus
dimiliki seseorang untuk meraih kesuksesan tersebut.
Memang
faktor keluarga menjadi faktor yang sangat penting. Keluarga menjadi madrasah
awal bagi seorang individu. Namun ketika berbicara tentang kesuksesan dan
berbagai faktornya, maka perlu dilihat dari berbagai sudut pandang dan
pengertian. Boleh jadi kesuksesan untuk orang genius menurut Malcolm ataupun
Terman adalah memperoleh berbagai penghargaan, mempunyai penghasilan tinggi,
dan sebagainya. Namun, ketika kembali lagi pada pengertian kesuksesan itu
sendiri, maka boleh dibilang mungkin Langan memperoleh kesuksesan di bidang
yang lain.
Tercatat
dalam sejarah bagaimana para ilmuwan muslim sekelas Ibnu Sina, Imam Ghazali,
Imam Bukhari, Imam Syafi’i dan berbagai ulama lainnya dengan latar belakang
keluarga yang miskin, namun mampu menjadi orang luar biasa dengan kehidupan
yang sederhana. Imam Syafi’I bahkan mendapat wewenang untuk berfatwa pada usia
yang masih 15 tahun. Para ilmuwan tersebut bahkan banyak yang tidak
memerdulikan lagi soal penghargaan, Nobel atau pun pujian dari ilmuwan lain
atau apa pun sejenisnya yang bisa menjadi tolak ukur kesuksesan bagi Malcolm.
Kesuksesan memang bisa menjadi hal yang rumit ataupun sederhana, tergantung
bagaimana kita memandang hal tersebut.
Sebagai
penutup, penulis menyarankan kepada para pembaca sekalian untuk membuang jauh
pemikiran bahwa IQ atau kecerdasan tinggi, kemampuan akademik atau tingkat
sekolah formal yang tinggi, akan bisa menentukan kesuksesan seseorang. Tak
terhitung lagi jumlahnya bukti-bukti yang menunjukkan pemikiran tersebut salah.
Ketika ingin sukses, maka kondisi lingkungan yang baik, pendidikan keluarga
yang baik, kesempatan, pendidikan mental, moral, kemampuan bermasyarakat, serta
berbagai ketrampilan menjadi mutlak diperlukan.
Gladwell, M. (2010).
Outlier: Rahasia di balik Sukses. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
No comments:
Post a Comment